pendekatan“ Sesungguhnya telah disempurnakan penciptaan salah seorang dari kalian dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk sperma, kemudian dia menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus kepadanya malaikat, kemudian ditiupkan ruh kepadanya, lalu malaikat tersebut diperintahkan untuk menulis empat perkara; untuk menulis rizkinya, ajalnya dan amalannya dan nasibnya (setelah mati) apakah dia celaka atau bahagia. (HR Bukhari dan Muslim. Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam [Bid’ul Khalqi/3208/Fath]. Muslim di dalam [Al Qadar/2463/Abdul Baqi]). 1 diantara 4 hal yang telah dituliskan (ditakdirkan) adalah Rizki. Seringkali Rizki hanya dipahami sebagai harta benda dan penghasilan seseorang. Padahal Rizki Allah lebih luas dari sekedar harta benda dan penghasilan. Ilmu dan Pemahaman terhadap Agama adalah Rizki, kelapangan waktu adalah Rizki, begitu pula pasangan hidup kita adalah juga Rizki dari Allah. Allah Ta’ala telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, dan telah menciptakan bagi manusia pasangan hidupnya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Ar Ruum 21).  Hanya saja, terkadang Allah Ta’ala menguji hamba-Nya dengan berbagai kenikmatan dan kesulitan supaya hamba-Nya senantiasa kembali kepada-Nya, berharap kepada-Nya, memohon kepada-Nya, karena Dialah Allah Al-Mudabbir (Maha Pengatur), Ar-Rozzaak (Maha Pemberi Rizki), sehingga sudah seharusnya setiap hamba memohon kepada-Nya. Adapun reaksi yang diharapkan terhadap ujian Allah hanya 2: Syukur dan Sabar. Jika diuji dengan kenikmatan maka reaksinya adalah Bersyukur; dan jika diuji dengan kesulitan/musibah/kesempitan, maka reaksinya adalah Bersabar. Terkadang pasangan hidup tak kunjung ketemu. Maka inipun ujian dari Allah Ta’ala, dimana seorang hamba harus bereaksi dengan Bersabar, dengan tetap berusaha dan berdo’a. Salah do’a yang pernah dipanjatkan oleh Nabi Zakaria ‘alaihissalaam, tatkala di usianya yang senja belum juga dikaruniai seorang anak, dan beliau tidak putus asa, tidak memandang keadaan beliau dan istri yang sudah tua, melainkan tetap optimis mengharap kepada Allah, hingga akhirnya Allah Ta’ala memberi karunia dengan seorang anak yang juga dipilih sebagai Nabi-Nya (Yahya ‘alaihissalam), yaitu Doa’ beliau yang diabadikan dalam Al-Qur’an:

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْداً وَأَنتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri, dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik” (Al-Anbiyaa’ 89)

Meskipun do’a tersebut dipanjatkan untuk mengharapkan seorang anak (anak adalah seseorang yang akan mewarisi), namun do’a tersebut bisa dipanjatkan ketika seseorang ingin mendapatkan pasangan hidup. Apa hubungannya? Jelas sekali, karena seorang anak hanya dapat lahir melalui proses pembuahan, sedangkan pembuahan hanya dapat terjadi dengan berkumpulnya suami-istri melalui ikatan pernikahan yang sah. Maka dari itu do’a ini tepat untuk dipanjatkan ketika seseorang ingin mendapatkan pasangan hidup:

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْداً وَأَنتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ

Robbi laa tadzarni fardan wa anta khoirul waaritsiiin (“Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri, dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik”)

Allah Robbul ‘Alamin juga telah mengajarkan sebuah do’a yang hendaknya dipanjatkan oleh seorang hamba demi mendapatkan pasangan hidup yang menenangkan hati. Bahkan Dia mengaitkan do’a ini dengan sifat-sifat hambaNya (ibadurrahman).

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (Al Furqaan 74)

Meskipun kata أَزْوَاجِنَا diterjemahkan sebaga ‘istri-stri  kami’, namun kata ini merupakan salah satu keunikan dalam Bahasa Arab sebagai kata yang bermakna ganda sekaligus berkebalikan, dimana kata أَزْوَاجِنَا juga bermakna ‘pasangan-pasangan’. Sehingga, jika seorang laki-laki berdo’a dengan lafaz do’a ini, maka yang dimaksud أَزْوَاجِنَا adalah ‘istri-istri’, dan jika seorang wanita yang berdo’a, maka kata أَزْوَاجِنَا bermakna ‘pasangan’, yaitu suami. Wallahu Ta’ala A’laam.

Disamping berdo’a, tentunya seorang hamba dituntut untuk berusaha, ber-ikhtiar dengan ikhtiar yang benar sesuai dengan syari’at, karena “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Ar Ra’d 11), dan Allah akan menilai usaha seseorang, bukan hasilnya.

Diantara ikhtiar yang bisa dilakukan adalah:

1. Bertakwa kepada Allah.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar” (Al Ahzab 70-71).

Bertakwa kepada Allah dan berusaha memperbaiki diri adalah sarana untuk mendapatkan perbaikan dari Allah.

2. Bersilaturrahmi

Dengan bersilaturahmi, Allah akan meluaskan rezeki dan memanjangkan umur kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bersabda: “Barangsiapa yang suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi” (Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh Bukhari (no. 5986) dan Muslim (no. 2557 (21))

Dan diantara rizki itu adalah pasangan hidup yang menenangkan hati. Diantara faedah dari bersilaturrahmi adalah adanya peluang untuk membuka jalan yang bisa menghubungkan kepada pasangan hidup.

3. Memperbaiki pergaulan Dalam bergaul hanya ada 2 konsekuensi: mewarnai atau diwarnai. Jika seseorang bisa mewarnai dengan warna yang baik, maka lakukanlah. Namun jika harus diwarnai, maka pastikanlah agar mendapat warna yang baik pula. Allah Ta’ala telah menjelaskan konsep dalam bergaul melalui Surat Kahfi 28: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (Al Kahfi 28). Pergaulan akan sangat mempengaruhi pola pikir seseorang, prinsip-prinsip hidup seseorang, yang pada akhirnya akan memberi pengaruh pada pemilihan pasangan hidup dan nilai-nilai dalam menjalani kehidupan. Maka pastikan untuk memilih pergaulan yang benar. 4. Tawakkal kepada Allah Allah Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (Ath Thalaq 3). Dimana hasil dari Takwa kepada Allah adalah bahwa Allah akan mencukupkan keperluan hamba, menyampaikan apa yang telah ditakdirkanNya, hanya saja seorang hamba harus bersabar karena segala sesuatu sudah ditakdirkan. Jika takdrinya telah sampai, maka tidak akan ada yang bisa menolak, dan jika takdir belum sampai, maka tidak akan ada yang bisa mendapatkannya. 5. Mengakrabkan diri dengan Al-Qur’an Terkadang rasa ‘galau’ pun melanda, lebih-lebih jika pasangan tak kunjung tiba. Rasulullah shallallahu’alahi wasallam mengajarkan sebuah do’a yang insya Allah akan dapat mengusir kegalauan:

 اَللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْعَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ وَذَهَابَ هَمِّيْ وَغًمِّيْ

‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku ada di TanganMu, hukumMu berlaku atasku, TakdirMu adil bagiku. Aku memohon kepadaMu dengan setiap Nama yang Engkau miliki, yang dengannya Engkau namakan diriMu sendiri, atau yang engkau turunkan (nama itu) di dalam kitabMu, atau Engkau ajarkan (nama itu) kepada seorang dari makhlukMu, atau yang hanya Engkau ketahui sendiri; kiranya Engkau jadikan al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dadaku, pelipur laraku, serta pengusir kecemasan dan keresahanku’ [Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, Abu Ya’la, al-Hakim, dan yang lainnya, dengan sanad yang shahih] Demikianlah diantara do’a dan ikhtiar yang bisa dilakukan untuk menggapai sebagian dari Rizki Allah ‘Azza wa Jalla. Semoga tetap Bersabar dan Bersyukur atas ujian yang senantiasa menghampiri orang-orang yang beriman. Wallahul muwaffiq. Artikel Pustaka Al-Atsar Sleman, 16 Syawal 1436H menjelang Dhuhur